Allah Ta’ala menjadikan kedua orang tua sebagai sumber kebahagiaan bagi seseorang. Mereka adalah kebun yang dipenuhi kasih sayang dan kelembutan. Kebaikan-kebaikan mereka yang sangat luas dan tak akan pernah bisa kita balas. Ini layak untuk dijadikan pengingat akan besarnya hak mereka dari kita. Allah Ta’ala mengisyaratkan hal ini dengan menyebutkan hak keduanya setelah menyebutkan hak diri-Nya sendiri,
وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua.” (QS. An-Nisa’: 36)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menekankan bahwa mereka berdualah yang paling layak untuk kita berikan kasih sayang, kebaikan, dan perlakuan baik. Suatu ketika datang seseorang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya,
يا رَسولَ اللَّهِ، مَن أحَقُّ النَّاسِ بحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قالَ: أُمُّكَ قالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: ثُمَّ أُمُّكَ قالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: ثُمَّ أُمُّكَ قالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: ثُمَّ أبُوكَ
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berlaku baik kepadanya?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Kemudian ayahmu.” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Nabi ulang penyebutan ibu sebanyak tiga kali dan bapak sekali, bukan dalam rangka meremehkan hak bapak, akan tetapi sebagai penguat akan betapa besarnya hak seorang ibu terhadap anak-anaknya.
Alangkah besarnya kebaikan dan jasa seorang ibu terhadap mereka. Banyaknya rasa capek dan lelah yang dialaminya. Rasa sakit dan tidak nyaman yang ditanggungnya saat hamil. Rasa lelah saat melahirkan dan menyusui, serta betapa besar jasa mereka dalam memberikan pelayanan dan kasih sayang terbaiknya kepada anak-anak.
Sayangnya, besarnya kasih sayang seorang ibu terkadang membuat seorang anak menjadi tamak dan lupa diri, sering meremehkannya, dan tidak mau patuh kepadanya. Sampai-sampao oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam, kita diingatkan dengan menyebutkannya sebanyak tiga kali.
Ketahuilah wahai saudaraku, sungguh di dalam berbakti kepada kedua orang tua terdapat banyak sekali keutamaan dan keistimewaan. Keutamaan yang akan membantu seseorang di dalam meraih kebahagiaan. Dan ketahuilah bahwa di dalam kedurhakaan kepada keduanya, maka akan menghantarkan seseorang kepada kesengsaraan dan kesulitan.
Berbakti, identitas para nabi dan orang saleh
Allah Ta’ala berfirman menceritakan kisah Nabi Yahya ‘alaihissalam,
وَّبَرًّاۢ بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا
“Dan (Nabi Yahya) sangat berbakti kepada kedua orang tuanya, dan dia bukan orang yang sombong, (bukan pula) orang yang durhaka.” (QS. Maryam: 14)
Allah Ta’ala juga mengisahkan perihal Nabi Isa ‘alaihissalam tatkala beliau masih bayi dan berada di gendongan Ibunda Maryam. Allah Ta’ala berikan kepadanya mukjizat untuk bisa berbicara. Lantas di antara yang beliau ucapkan adalah,
وَّبَرًّاۢ بِوَالِدَتِيْ وَلَمْ يَجْعَلْنِيْ جَبَّارًا شَقِيًّا
“Dan (Allah Ta’ala menjadikanku) berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam: 32)
Sungguh di antara bentuk bakti paling agung yang ditunjukkan Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an adalah kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan ayahnya. Bagaimana kelembutan beliau di dalam mendakwahi sang ayah, gigihnya beliau di dalam berdakwah, dan semangat beliau untuk mengajak ayahnya meninggalkan kekufuran. Allah Ta’ala berfirman,
وَاذْكُرْ فِى الْكِتٰبِ اِبْرٰهِيْمَ ەۗ اِنَّهٗ كَانَ صِدِّيْقًا نَّبِيًّا
“Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Kitab (Al-Qur’an), sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi.”
اِذْ قَالَ لِاَبِيْهِ يٰٓاَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِيْ عَنْكَ شَيْـًٔا
(Ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?”
يٰٓاَبَتِ اِنِّيْ قَدْ جَاۤءَنِيْ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِيْٓ اَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا
“Wahai ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.” (QS. Maryam: 41-43)
Nabi Ibrahim memanggil ayahnya dengan panggilan yang lembut, menasihatinya dengan kelembutan dan kesabaran, meskipun pada akhirnya Allah Ta’ala belum memberikan hidayah kepada sang ayah, akan tetapi Allah karuniakan kepada Ibrahim dua anak saleh yang taat kepada kedua orang tuanya. Allah Ta’ala berfirman,
فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ * فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail). Maka, ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. As-Saffat: 101-102)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَبَشَّرْنٰهُ بِاِسْحٰقَ نَبِيًّا مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ * وَبٰرَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلٰٓى اِسْحٰقَۗ
“Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishak seorang Nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. Dan Kami limpahkan keberkahan kepadanya dan kepada Ishak.” (QS. AS-Saffat: 112-113)
Betapa besar kebahagiaan yang Allah Ta’ala berikan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Allah berikan kepadanya keturunan yang saleh lagi beriman. Yang mana salah satu sebabnya adalah kebaktian beliau kepada ayahnya serta lembutnya beliau dalam berdiskusi dan mendakwahkan ajaran yang benar kepada ayahnya.
Berbakti, sumber kebahagiaan
Saudaraku, kebahagiaan apa yang dapat melampaui kebahagiaan seseorang karena mendapatkan jaminan surga setelah kebahagiaan melihat wajah Allah Ta’ala?
Setiap mukmin pasti ingin masuk surga, hanya saja sebagian dari mereka melupakan salah satu pintu yang paling utama dan paling baik, yaitu berbakti kepada kedua orang tua. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
الوالِدُ أوسطُ أبوابِ الجنَّةِ، فإنَّ شئتَ فأضِع ذلك البابَ أو احفَظْه
“Orang tua adalah pintu surga yang paling baik. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi no. 1900, Ibnu Majah no. 3663 dan Ahmad no. 27551)
Ketahuilah wahai saudaraku, tidak ada seorang pun masuk ke dalam surga, kecuali Allah Ta’ala telah meridainya. Lalu, bagaimana bisa seseorang yang durhaka kepada kedua orang tuanya akan mendapatkan rida Allah Ta’ala?! Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,
رِضى اللَّهِ في رِضى الوالِدَينِ ، وسَخَطُ اللَّهِ في سَخَطِ الوالدينِ
“Rida Rabb tergantung rida kedua orang tua, dan murka Allah tergantung murka kedua orang tua.” (HR. Tirmidzi no. 1899, Ibnu Hibban no. 429 dan Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman no. 7830)
Saudaraku, berbakti kepada orang tua juga merupakan salah satu sebab kelapangan dan kebahagiaan di dunia. Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَن سرَّه أن يُمَدَّ له في عمرِه ويُزادَ في رزقِه فليبَرَّ والدَيْه وليَصِلْ رحِمَه
“Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya, maka hendaknya ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan menyambung (tali silaturahmi) kekerabatannya.” (HR Ahmad no. 13811)
Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita semua sebagai pribadi yang bisa berbakti kepada kedua orang tua, konsisten di dalam melakukan kebaikan-kebaikan untuk keduanya, menjaga diri dari menyakiti keduanya, dan senantiasa berbuat baik kepada keduanya hingga keduanya meninggalkan kita semua.
Semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari menjadi salah satu di antara golongan yang Nabi sebutkan dalam hadisnya,
رَغِمَ أنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أنْفُ، قيلَ: مَنْ؟ يا رَسولَ اللهِ، قالَ: مَن أدْرَكَ أبَوَيْهِ عِنْدَ الكِبَرِ -أحَدَهُما أوْ كِلَيْهِما- فَلَمْ يَدْخُلِ الجَنَّةَ
“Celakalah, kemudian celakalah, kemudian celakalah.” Ditanya, “Siapa, ya Rasulallah?” Beliau menjawab, “Orang yang mendapati orang tuanya di kala tuanya, baik salah satu atau keduanya, lalu ia tidak dapat masuk surga (karena sebab kedurhakaannya).” (HR. Muslim no. 2551)
Wallahu a’lam bisshawab.
***
Penulis: Muhammad Idris, Lc.
Artikel: www.muslim.or.id
Sumber:
Kitab “Khutuwaath Ilaa As-Sa’adah.” (Langkah-Langkah Menuju Kebahagiaan) karya Syekh Abdul Muhsin Al-Qasim hafidzhohullah dengan beberapa tambahan dan perubahan.
Berbagai sumber lainnya
Desain Rumah Kabin
Rumah Kabin Kontena
Harga Rumah Kabin
Kos Rumah Kontena
Rumah Kabin 2 Tingkat
Rumah Kabin Panas
Rumah Kabin Murah
Sewa Rumah Kabin
Heavy Duty Cabin
Light Duty Cabin
Source link